Tiga bulan telah berlalu, sekelompok penambang
emas di salah satu kota di Pulau Sulawesi tidak lagi mendapatkan biji-biji emas
seperti biasanya. Alat penggiling biji emas (tromol emas) sebagian besar
“beristirahat”, padahal 6 bulan yang lalu sang Bos Anton (bukan nama sebenarnya) telah menambah 30 tromol lagi seharga lebih
dari Rp 125 juta. Namun demikian, penggalian emas tetap mereka lakukan. Mereka
berharap bahwa perolehan biji emas bisa di dapatkan seperti di awal-awal penggalian.
Mereka bisa memperoleh bagi hasil dengan cukup besar, kurang lebih 10 juta per
minggu. Hem fantastik!!!, demikian suara batinku ketika mendengar cerita itu.
Dengan semangat membara, mereka melakukan penggalian ke kanan, ke kiri, ke
depan dan selalu mengikuti urat biji emas yang ada di dalam tanah. Namun,
bukannya penambahan hasil biji emas yang di dapatkan, justru mereka kehilangan
urat biji emas dan tidak satupun biji emas mereka dapatkan.
Hari-hari berikutnya dihiasi oleh wajah-wajah yang frustasi,
karena bahan makanan merekapun semakin menipis dan sang Bos mengatakan bila
penggaliannya dalam 7 hari ke depan ini tidak di dapatkan urat biji emas
tersebut kita akan kembali ke kampung dan alat tromol emaspun akan sang Bos Anton
jual untuk menutupi sisa hutang yang masih tersisa. Benar saja, 7 hari telah
berlalu dan tidak ada satu biji emaspun mereka dapatkan. Urat biji emas yang
tadinya terpapar dengan jelas, tiba-tiba menghilang entah kemana. Satu kelompok
penambang emas ini akhirnya mengakhiri penambangannya dan menjual semua tromol emas kepada temen sesama
penambang emas_pak Lovan (bukan nama
sebenarnya) dengan harga hanya Rp 20 juta saja. Mereka pulang kerumah
dengan membawa kabar bahwa biji emas di wilayah penggaliannya telah habis dan…mereka
menyerah.
Pak
Lovan_meskipun masih amatiran, ia tidak langsung meneruskan penggalian yang
telah di lakukan oleh kelompok bos Anton. Ia minta tolong seorang teman yang ia
kenal lewat jejaring sosialnya, ia seorang sarjana geologi yang diharapkan
dapat meneliti tanah bekas galian kelompok bos Anton tersebut apakah masih ada
emasnya atau tidak. Didapatkannya bahwa tanah penggalian bos Anton mengalami
proses patahan beberapa ratus tahun yang lalu sehingga didapatkan jalur urat
biji emas hanya sekitar 9 meter dari akhir penggalian bos Anton. Ya,…hanya 9
meter, urat biji emas itu terlihat lagi dan kilauan biji emaspun mereka
dapatkan. Maka si penambang amatiran itupun memulai penggalian biji emas 9
meter dari akhir penggalian bos Anton. Pak Lovan mengeruk ber gram-gram emas
murni dan ratusan juta rupiah menjadi milikinya, karena ia cukup cerdas dengan
minta bantuan sarjana geologi yang mengerti tentang seluk-beluk pertambangan.
Sahabatku
yang berbahagia, bos Anton terperanjat mendengar bahwa emas di daerah yang
pernah ia tambang ternyata masih sangat banyak, namun seluruh fasilitas
penggalian emas telah ia jual. Bos Anton merasa kehilangan harta yang banyak
sekali. Bukan hanya kilauan emas yang mendatangkan ratusan juta rupiah yang
kini telah lenyap dari harapannya akan tetapi ia juga mulai ragu-ragu akan
kemampuan dirinya. Ia merasa mudah menyerah bila rintangan menghadang di
depannya. Padahal, bila di cermati bahwa keberhasilan itu sudah amat
dekat_kurang 9 meter saja. Boleh jadi,
disaat itu bos Anton lupa bahwa Tuhan kita mengatakan dalam kitab sucinya bahwa
sesungguhnya pertolongan Tuhanmu itu amat sangat dekat. Namun, pikiran dan
perasaan negatiflah yang sering meracuni pikiran kita sehingga kita mudah
frustasi. Ia pun lupa bahwa sebelum kesuksesan datang masuk dalam kehidupan
seseorang, pasti seseorang itu akan menemui banyak kekalahan atau kegagalan
meskipun sifatnya hanya sementara. Disaat kegagalan diperhadapkan pada
seseorang, cara yang paling mudah dan kelihatannya logis adalah menyerah.
Kebanyakan orang melakukan seperti itu, termasuk bos Anton.
Seharusnya,
bos Anton melakukan upaya positif dengan melakukan evaluasi untuk menjawab pertanyaan
bahwa mengapa urat biji emas telah hilang. Dan, untuk menjawabnya, bos Anton
bisa melakukan “analisis kemungkinan” dengan menggunakan kata bantu Why
(mengapa) hingga bos Anton tidak bisa lagi menjawabnya. Kemudian, pikirkanlah
apakah ada kemungkinan orang lain bisa menjawab pertanyaan Why tersebut. Bila
ada, itu pertanda bahwa pengetahuan/kemampuan bos Anton tentang pertambangan
emas harus di tingkatkan kembali. Melakukan peningkatan kemampuan, bisa dengan
belajar langsung, bertanya pada ahlinya atau datangkan ahlinya untuk mengecek langsung
kondisi pertambangan tersebut, seperti yang dilakukan oleh pak Lovan. Namun
bukan bos Anton namanya kalau ia terus menerus menyesali kegagalannya. Ia bisa
memetik pelajaran yang sangat berharga dari pengalaman di kala ia harus
“menyerah 9 meter dari keberhasilan” itu. Kini pelajaran tersebut masuk dalam
alam bawah sadarnya dan ia pun pantang menyerah bila telah turun dalam
“gelanggang”.
Demikian
juga pelajaran berharga dari orang-orang sukses. Mereka mengatakan bahwa sukses
mereka yang paling besar terletak di sebelah titik tempat kekalahan/kegagalan
menimpa mereka. Kegagalan memang diciptakan untuk mengiringi dan bahkan
menjegal orang ketika sukses hampir terjangkau. Bagaimana
dengan sahabat?
SMS :
083131176680
Twitter :@amirzuhdi
Facebook :
http://www.facebook.com/dr.amir.zuhdi
Email :
dr.amir_zuhdi@yahoo.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar