Laman

Selasa, 28 Februari 2012

PANDANGLAH KELUARGA KITA DARI SUDUT PANDANG SANG PENCIPTA Oleh Dr.Amir Zuhdi


Seminar Golden Family yang di laksanakan di Kota Makasar kemarin berlangsung meriah, ratusan pasangan suami-istri menikmati sajian seminar yang berisikan tentang panduan praktis untuk mengelola keluarga emas. Berbagai masalah keluarga terbahas habis dalam seminar ini. Mulai dari masalah perselisihan suami istri, masalah anak-anak sampai masalah hubungan antar keluarga. Sebagai seorang pemateri, saya mencoba untuk memahami pada seluruh peserta seminar tentang sejauh manakah pemahaman mereka terhadap keluarga itu, dengan melontarkan pertanyaan ke beberapa pasang suami-istri, “Bagaimanakah bapak-ibu memandang keluarga?” Hem…,hampir sesuai dengan tebakan saya bahwa saya tidak mendapatkan jawaban yang spontan alias mikir dulu dan suami istri saling tenggok. He…itu tandanya suami-istri belum memiliki cara pandang yang sama. Meskipun demikian, berbagai jawaban telah keluar dari masing-masing pasangan suami-istri tersebut dan sangat variatif. Ada yang mengatakan bahwa keluarga adalah sarana untuk menghalalkan yang dulunya haram seperti hubungan suami-istri, ada juga yang mengatakan bahwa keluarga adalah sarana yang sah untuk memperbanyak keturunan, yang lain mengatakan bahwa keluarga adalah bersatunya 2 anak manusia untuk mengekspresikan cintanya dengan sah dan masih ada beberapa mendifinisikan tentang keluarga. Bahkan ada seorang ibu yang mengatakan bahwa berkeluarga itu hanya menciptakan beban tambahan kehidupannya saja. Kemudian, saya sendiri diminta untuk menyampaikan apa pemahaman saya tentang keluarga,…he…bisa aja. Kalau saya, keluarga adalah sarana suci pemberian Tuhan pada manusia untuk mewujudkan ketentraman, rasa cinta dan kasih sayang di hatinya sehingga terwujudlah tata kehidupan suami, istri dan anak-anak yang sehat (fisik, emosi dan spiritual).
Sahabat yang berbagia, itulah tadi beberapa pandangan tentang keluarga yang berhasil saya kumpulkan dari seminar Golden Family saya di Kota Makasar. Setiap “pandangan” selalu bersumber dari gambaran yang keluarga dari benak kita. Gambaran tersebut adalah wujud imajinatif tentang kehidupan keluarga yang secara sadar atau tidak sadar telah masuk dalam pikiran kita dan akan mempengaruhi cara kita untuk menjalankan tata kelola keluarga serta harapannya. Gambaran itu juga akan menentukan nilai-nilai yang dianut dalam keluarga kita, prioritas keluarga dan penyediaan sumber daya untuk mendukung terwujudnya gambaran tentang keluarga kita. Contohnya, bila kita menggambarkan bahwa keluarga itu hanya untuk menghalalkan hubungan sexual saja, maka boleh jadi kita akan sangat mudah tergoda dengan “hubungan gelap” atau akan sering melakukan kawin dan cerai. Bila kita menggambarkan bahwa keluarga adalah sarana pemberian Tuhan untuk mewujudkan ketentraman, rasa cinta dan kasih sayang maka kita akan mewujudkan keluarga yang tentram, penuh ekspresi cinta dan kasih sayang.
Bagaimana pandangan kita tentang keluarga? Boleh jadi kita memiliki pandangan keluarga sesuai pengalaman yang kita peroleh, dari sejak kecil hingga dewasa. Seperti seorang ibu yang mengatakan bahwa keluarga adalah beban tambahan kehidupannya, ternyata si ibu dibesarkan oleh keluarga yang nyaris setiap harinya dihiasi dengan pertengkaran ayah dan ibunya, yang diakhiri dengan perceraian. Kemudian, ia bersama ibunya meniti kehidupan dengan penuh kesusahan dan akhirnya iapun berkesimpulan bahwa membangun kekuarga hanya menjadi beban kehidupan. Dan boleh jadi, pandangan seperti ini keliru karena tidak sesuai dengan kodratnya manusia. Ya,….kodrat manusia diantaranya bahwa setiap laki-laki akan tertarik pada perempuan, begitu juga sebaliknya. Tuhan menciptakan manusia dan dihiasi hatinya dengan rasa cinta kepada sesuatu yang menariknya. Itulah Naluri Cinta yang diberikan Tuhan pada manusia. Dengan Naluri Cinta itu Tuhan bermaksud agar manusia dapat merasakan kedamaian, ketentraman, kebahagiaan dan kenikmatan ketika manusia hidup di dunia. Namun demikian, bila tidak sesuai dengan cara kerja atau ketentuan dan tuntunan dari Sang Pemilik Cinta maka Naluri Cinta bisa menjadi liar dan bekerja tanpa arah.
Dalam Neurosain (ilmu tentang otak manusia), keterpautan Naluri Cinta antara laki-laki dan perempuan akan melibatkan peran otak di dalamnya yakni berupa “hubungan secara limbic” yang menyebabkan ikatannya sangat kuat dan kokoh. Putusnya ikatan ini, membuat mental perempuan menjadi hancur, tidak percaya diri, depresi, dan penyakit mental lainnya. Oleh karenanya, Naluri Cinta ini harus di bangun dengan dasar perikatan yang suci dan kuat dengan menggunakan ketentuan dan tuntunan yang jelas dari Tuhan Sang Pemilik Cinta. Ketentuan Tuhan adalah lakukan pernikahan, karena pernikahan hanya satu-satunya jalan untuk mengaktivasi Naluri Cinta dengan baik, sehingga ketentraman, penuh rasa cinta dan kasih sayang dalam keluarga akan terwujud. Itulah pandangan Tuhan. Bagaimana dengan sahabat?

SMS                : 083131176680
Twitter              :@amirzuhdi
Facebook         : http://www.facebook.com/dr.amir.zuhdi
Email               : dr.amir_zuhdi@yahoo.com

Rabu, 15 Februari 2012

JANGAN CEMASKAN APA YANG DIPIKIRAN ORANG LAIN, TETAPLAH MELANGKAH SESUAI MISI DAN POTENSI DIRI KITA Oleh Dr.Amir Zuhdi


Di sebuah kampung yang damai, tiba-tiba terdengar teriakan beberapa orang, nampak diantara mereka saling berkejar-kejaran. Seketika itu, beberapa warga tampak keluar rumah memastikan sumber suara teriakan itu dan memastikan apa gerangan yang sedang terjadi. Seorang laki-laki dewasa terlibat pertikaian dengan tetangganya yang dianggap telah menghina dirinya. O…o…aku mencoba memahami tentang penyebab pertikaian yang hampir meregut nyawa manusia ini, sambil aku bertanya dalam benakku,”Apakah harus dengan penyelesaian seperti ini setiap muncul permasalahan diantara kita? Apakah kekerasan dapat memberikan penyelesaian yang baik? Bukankah dengan kekerasan seperti ini akan memunculkan permasalahan yang baru lagi?” Yang jelas, kekerasan masih mewarnai kehidupan masyarakat kita. Seperti beberapa hari yang lalu, terjadi lagi kekerasan di Kota Ambon yang menelan kerugian milyaran, ratusan rumah terbakar dan mengakibatkan korban pada manusia.
Sahabat, dalam menjalani kehidupan kita sehari-hari, pasti tidak akan lepas dari orang lain. Kita saling berhubungan satu dengan lainnya, kadang menyakitkan dan kadang menyenangkan, kadang menjatuhkan harga diri kita dan kadang menaikkan harga diri kita. Semua tindakan kita bersumber dari pola atau cara berpikir yang saat itu kita gunakan. Disaat kita berpikir pasti disertai perasaan, kemudian muncullah rekomendasi sikap dan perbuatan seperti apakah yang akan kita tampilkan. Pikiran yang baik, akan menghasilkan perasaan yang baik dan pasti menghasilkan sikap dan perbuatan yang baik, begitu juga sebaliknya. Sikap dan perbuatan yang kita tampilkan itu adalah 100% pilihan kita, kitalah penanggungjawabnya_bukan orang lain. Tidak ada satupun orang yang bisa menentukan pilihan kita tanpa kita menentukan sendiri pilihan itu. Demikian juga bahwa kita tidak bisa mengendalikan apa yang sedang dan ingin dipikirkan orang lain tentang diri kita. Mengapa? Karena berpikir merupakan kebebasan yang diberikan Tuhan pada manusia. Boleh jadi, fisiknya bisa di“penjara” namun tidak dengan pikirannya. Ingin mencoba! Boleh, coba anda sendiri mengunci diri dalam kamar. Boleh jadi, fisik anda ada telah terkunci rapat di dalam kamar, namun pikiran anda pasti bisa melayang dan bebas terbang kemanapun yang anda mau. Benar kan. Begitulah pikiran kita.
Yang kita bisa lakukan adalah hanya mengendalikan tanggapan dan tindakan yang akan kita tampilkan. Mencemaskan anggapan, kata-kata dan pikiran orang lain tentang diri kita hanya akan menjauhkan kita dari diri kita yang sesungguhnya dan menghalangi kita untuk hidup selaras dengan Misi dan Potensi hidup kita. Mencemaskan anggapan orang lain tentang diri kita hanya akan mengkerdilkan potensi kita dan akan menghalangi kita untuk tampil berprestasi dalam kehidupan. Energi kita akan terkuras habis  bila kita mencemaskan anggapan dan pikiran orang terhadap diri kita. Yakinlah pada diri kita sendiri bahwa “aku” adalah luar biasa, aku sendirilah yang mengetahui bahwa aku punya potensi yang hebat, aku juga telah menetapkan misi kehidupanku. Sangat rugi bila potensi hebatku harus tergantung atau dikendalikan oleh orang lain. Tuhan Yang Maha Pengasih telah memberiku kebebasan untuk berpikir hebat, sangat rugi bila aku mengotorinya hanya karena aku harus mengikuti apa yang dipikirkan oleh orang lain yang boleh jadi orang lain itu sedang memasukkanku dalam lubang jurang yang dalam. Orang lain adalah orang lain dan diriku adalah aku bukan orang lain. Dalam kondisi seperti ini, pikiran kita akan tetap tenang untuk menjadi diri kita sendiri. Potensi yang kita milikipun juga semakin membuat kita percaya diri. Hinaan, cacian dan makian seseorang terhadap diri kita tidak membuat kita mengorbankan potensi hebat yang kita miliki. Cukuplah kita mengatakan dalam hati bahwa aku jauh lebih bagus dari apa yang kau tuduhkan. Cara berpikir seperti ini bukanlah kita kalah atau mengalah, justru kita akan menjadi pemenang karena kita bisa menghindar dari jebakan Amigdala_organ otak manusia yang selalu menjebakkan diri kita untuk berpikir dan berperilaku seperti hewan reptil (buaya dkk). Yang selalu berpikir menyerang atau melarikan diri. Kita sebagai pemenang karena kita berpikir dan berperilaku seperti layaknya manusia, yang berpikir menggunakan otak rasional_neokortek, otaknya manusia bukan otak reptile atau otak buaya. Oleh karenanya,ketika kita tidak lagi mencemaskan apa yang dipikirkan orang lain tentang diri kita, kita dapat mengendalikan kebahagiaan diri kita sendiri sepanjang waktu. Bagaimana dengan sahabat?

SMS                : 083131176680
Twitter             :@amirzuhdi
Facebook         : http://www.facebook.com/dr.amir.zuhdi
Email               : dr.amir_zuhdi@yahoo.com

Senin, 13 Februari 2012

PERNIKAHAN BUKAN HANYA SEKEDAR URUSAN SEKS Oleh Dr.Amir Zuhdi


Add caption
Suatu hari, temen saya yang bekerja di Kantor Pemerintah bagian urusan masalah perkawinan menceritakan kepada saya bahwa masalah-masalah pernikahan/rumah-tangga saat ini semakin lama semakin pelik. Beberapa waktu yang lalu, sewaktu “praktek” penyelesaian problematika rumah tangga di buka di kantornya, ia kedatangan sepasang suami istri yang menurut pengakuannya sudah menikah selama 3 tahun dan datang hendak mengadukan kondisi pernikahannya yang sudah tidak sehat lagi. Mereka berdua sepakat ingin bercerai saja. Sang suami bercerita panjang lebar (yang langsung di dengarkan oleh sang istri) bahwa dirinya tidak mendapatkan kepuasan seks saat “berhubungan” dengan istrinya. Sang istripun mendengarkannya sambil menangis tersedu-sedu sambil sesekali menengok pada sang suami. Sang suami terus bercerita bahwa selama pernikahannya, ia dan istrinya baru 3 kali “berhubungan” seks. Ia lebih sering berhubungan seks dengan pacar simpanannya (maaf, bahkan hampir 2 hari sekali) yang selama ini sudah dijalaninya hampir 1 tahun. Oleh karena istrinya dirasa tidak dapat memuaskan hubungan seksualnya, maka sang suami merencanakan akan menceraikan istrinya dan kemudian menikahi pacar simpanannya. Temen saya pun keheranan mendengar keluhan ini, dalam benaknya bertanya bahwa apakah hanya dengan masalah kepuasan hubungan seks aja pernikahan bisa berantakan atau menjadi lebih harmoni?
Sahabat GF, bila seorang laki-laki dan perempuan bersepakat untuk merajut ikatan pernikahan selalu di dasari dengan 3 model ikatan. Model pertama, adalah model ikatan fisik, dimana seorang laki-laki dan perempuan memutuskan untuk menikah karena adanya ketertarikan fisiknya, seperti karena cantik/gantengnya atau kekayaannya atau jabatannya atau fisik-fisik lainnya termasuk hanya karena keinginan agar segera bisa “menikmati” gadisnya. Model kedua adalah model ikatan emosi, ikatan ini terjadi biasanya karena “kasihan” atau berhutang budi. Model ketiga adalah model ikatan spiritual, ikatan pernikahan yang dilandaskan pada pemaknaan kehidupan. Ikatan pernikahan seperti ini dimaknai sebagai bagian dari ibadah kepada Tuhannya. Mereka telah memiliki kesepakatan dalam mengelola pernikahannya, dengan satu tujuan untuk mendapatkan Keberkahan Tuhan dalam keluarganya.  Dalam survey yang kami (GF) lakukan, model ikatan spiritual inilah yang kebanyakan menghantarkan keluarga menjadi harmoni. Mengapa ? karena pernikahan yang hanya diikat oleh ikatan fisik akan cepat “layu” bersama dengan bertambahnya umur kita. Demikian juga, bila pernikahan yang hanya diikat oleh ikatan emosi akan cepat membosankan karena perasaan mudah berubah. Disisi lain, pernikahan yang dirajut dengan ikatan spiritual akan memiliki ikatan yang sangat kuat hingga system limbik (bagian otak yang berhubungan dengan suasana hati) dari suami-istri tersebut pun akan mengikat dengan baik dan kuat.
Sahabat,…pernikahan merupakan perjalanan panjang yang didalamnya terkandung nilai-nilai “ketundukan” kita pada Tuhan. Pernikahan merupakan wahana untuk mengekspresikan cinta dan kasih-sayang yang tulus sebagai manusia, melanjutkan keturuanan, menyiapkan generasi yang berprestasi dunia dan akhirat, membagi berbagai masalah kehidupan dan sederetan misi lainnya. Jadi,…bukan hanya sekedar urusal seksual,..kan.
Namun demikian, bila ada masalah keluarga yang berhubungan dengan seksual, sebaiknya segera diselesaikan dengan mengkaji kemungkinan penyebab terjadinya masalah hubungan seksual tersebut.
Bila anda mengalami kwalitas “hubungan” seksual suami-istri yang kurang baik, sebaiknya anda banyak membaca buku yang berhubungan dengan bimbingan kemesraan “hubungan” suami-istri. Bila anda merasa bosan dalam “berhubungan” suami-istri, maka lakukan komunikasi seksual lebih sering, jangan merasa “tabu” lagi. Mengapa? Karena suami adalah “pakaian” istri dan istri adalah “pakaian” suami. Detailkanlah komunikasi seksual tersebut hingga membicarakan “poisi” mana yang disuaki dan yang tidak disukai. Dan bila masih ada masalah, silahkan melakukan konsultasi khusus pada para ahli kesehatan keluarga.Semoga bermanfaat,…

SMS                : 083131176680
Twitter              :@amirzuhdi
Facebook         : http://www.facebook.com/dr.amir.zuhdi
Email               : dr.amir_zuhdi@yahoo.com

Minggu, 12 Februari 2012

MEMAHAMI “MUSIM-MUSIM” DALAM PERNIKAHAN KITA Oleh dr. Amir Zuhdi



Seorang ibu rumah-tangga, yang sekaligus karyawati sebuah kantor di Indonesia, mengeluhkan ketidaknyamanan hubungannya sebagai suami-istri. Ibu tersebut menuliskan panjang lebar tentang kondisi rumah tangganya dalam inbox facebook saya bahwa ia dan suaminya sedang “bed communication” (komunikasi yang jelek). Sang suami hanya sibuk dengan urusan kantornya dan sang istripun demikian juga. Bila mereka pulang ke rumah, sudah sama-sama cepeknya. Sang suami menghabiskan waktunya di depan laptop atau televisi, setelah mengantuk, masuk kamar tidur dan tidur. Meskipun masih ada “basa-basi” sedikit, namun kemesraan yang dulu mekar dan semerbak bak bunga yang indah, kini terasa hilang. Ekspresi cinta yang sering ia berikan dan komunikasi yang sering ia lontarkan, sangat berkwalitas,”Sayang,…I love you”, sudah tidak terdengar lagi. Padahal perjalanan pernikahan telah di laluinya selama 10 tahun dengan 4 anak yang cantik dan gagah. Ibu itupun mengatakan bahwa saya sudah melakukan semuanya yang terbaik (minimal menurut saya), tapi respon yang diberikan suami tidak seperti di awal-awal pernikahan, penuh kehangatan, penuh kasih-sayang dan saya pun merasakan hidup berdua terasa begitu indah. Tapi saat ini,…saya merasakan semakin sebel aja. Demikian Ibu tersebut menutup kalimat demi kalimat yang telah di kirim dalam inbox facebook saya.
Sahabat Golden Family Indonesia yang berbahagia, sungguh…,interaksi suami-istri dalam sebuah keluarga selalu berubah-ubah. Ya,…seperti juga hati kita. Bukankah pernikahan itu menyatukan dua Pikiran dan Perasaan? Benar. Perubahan sikap & perilaku, naik-turunnya emosi, memperlakukankan dengan baik atau buruk pasangan satu dengan yang lainnya, akan terjadi di sepanjang perjalanan pernikahan. Dalam kondisi seperti ini, kecerdasan emosi dan kecerdasan spiritual harus kita aktifkan, sehingga ekspresi cinta dan kwalitas komunikasi bisa terwujud secara terus menerus dan terasa indah. Bila tidak, ego kita justru yang akan mendominasinya. Kita diberikan Tuhan telinga tapi tidak digunakan untuk mendengarkan (maunya perkataannya saja yag harus didengar), diberikanNya mata tapi tidak digunakan untuk mengamati dan di berikanNya hati tapi tidak digunakan untuk memahami. Akibatnya Suami tidak memahami “pesan” yang disampaikan Istri dan sebaliknya. Akibatnya…,silahkan terka sendiri.
Kondisi-kondisi seperti ini, menurut peneliti DR.Gary Chapman dilambangkan dengan 4 musim pernikahan, yaitu musim semi, musim panas, musim gugur dan musim dingin. Beliau juga mengatakan bahwa perubahan-perubahan kondisi pernikahan seperti diatas kadang-kadang terjadi diluar dari kendali kita, atau ada perubahan yang kita inginkan tetapi terjadi diluar perkiraan kita. DR.Gary juga mengatakan bahwa respon yang kita berikan pada saat menghadapi situasi dan masalah tersebut akan menentukan “musim” yang akan terjadi dalam pernikahan. Ini hasil penelitian Beliau bahwa kebanyakan pasangan pernikahan merespon setiap masalahnya tergantung dari rangsangan dari luarnya. Kalau rangsangan dari luarnya baik maka ia pun akan merespon baik, dan sebaliknya, sehingga respon-respon seperti ini sifatnya sangat reaktif, bukan proaktif. Bukankah respon reaktif adalah respon yang biasa dilakukan oleh hewan reptile? Padahal dalam dirinya ada seperangkat “instrument” yang bisa diaktifkan untuk memberi respon yang selalu baik, meskipun rangsangan dari luarnya tidak baik. Bukankah setiap respon kebaikan pasti menghasilkan kebaikan pula? Demikian infomasi dari kitab suci.
Musim Semi,
DR. Gary Chapman mengatakan bahwa pernikahan yang memasuki Musim Semi adalah awal dari sebuah pernikahan, penuh keceriaan membangun kehidupan baru bersama sang kekasih hati. Berbagai pengalaman dalam perjalanan pernikahan musim ini bener2 akan dilewatinya dengan penuh kesenangan dan selalu optimis. Selalu “positive thinking”. Dalam musim ini, “ketajaman” pasangan dalam berkomunikasi sangat bagus, tutur katanya yang indah dan santun,”Sayang…masak apa hari ini?” (komunikasi verbal) maupun non verbal seperti wajahnya nampak ceria, tatapan mata penuh kesejukan dan kasih.
Musim Panas,
Musim panas di lambangkan sebagai kondisi pernikahan yang sedang bahagia, kedua pasangan merasakan kepuasan yang mendalam, seluruh komitmen-komitmen terlaksana dengan baik. Kedua pasangan saling peduli dalam menjalankan roda kehidupan keluarganya. Dimusim ini, rata-rata pasangan belum mencapai puncak finansialnya, boleh jadi mereka belum memiliki anak sebagi buah pernikahan.
Musim Gugur,
Musim gugur dilambangkan sebagai kondisi pernikahan yang mulai terasa adanya saling mengabaikan satu dengan yang lainnya. Diawal musim gugur ini, pernikahan masih ada keindahan. Pasangan rata-rata tidak “peka” telah terjadi “suatu” perubahan antara suami-istri, mungkin karena orang lain masih melihat betapa bahagianya pasangan keluarga ini. Disini Kecerdasan emosi sangat berperan.
Bila dibiarkan,…kondisi seperti ini akan mengalami kekosongan emosi dan ketidak harmonisan pasangan semakin terasa berat. Bila pasangan pernikahan mengalami musim ini, saran saya,…segera mencari “pertolongan” agar bisa kembali ke musim semi dan musim panas, karena bila terlambat,…biasanya pasangan akan sadar ketika kondisi telah memasuki musim dingin (membeku).
Musim Dingin,
Sebuah kondisi pernikahan yang penuh dengan pertengkaran-pertengkaran lalu tidak ada komunikasi dan tidak ada ekspresi cinta antara suami-istri. Semuanya jadi “beku”, dingin seperti es. Tanda-tanda yang lainnya adalah adanya kekerasan, sikap dan tutur kata yang tidak layak di dengar. Dan ketika ada salah satu pasangan yang mencoba membicarakan hubungan mereka, biasanya berakhir dengan argumentasi yang menyakitkan dan tidak berujung pada penyelesaian. Bila pernikahan memasuki musim dingin ini,…saran saya,…jangan menyerah,…lihat orang-orang yang hidup di kutup utara dan selatan, mereka tidak pernah menyerah bahkan mereka membuat perlindungan2 (mantel tebal, model rumah salju, dll). Kita harus buat “perlindungan” agar tidak terjebak dalam musim dingin dalam pernikahan dengan tetap fokus pada konteks seperti masa-masa awal pernikahan yang begitu indah. Jangan biarkan “pikiran” kita diganggu oleh konteks yang lain. Konteks yang kita pegang diantaranya adalah keputusan “Misi Keluarga” yang telah kita pilih dan sudah kita rancang di awal pernikahan. Mohon kirannya dibuka kembali catatan Misi tersebut. Bila muncul “konteks” yang tidak mendukung terwujudnya misi yang kita sudah sepakati (suami-istri), maka singkirkanlah.

Twitter                        :@amirzuhdi
Facebook         : http://www.facebook.com/dr.amir.zuhdi
Email               : dr.amir_zuhdi@yahoo.com

Sabtu, 11 Februari 2012

KASIH IBU BERSAMAMU SAMPAI MATI


Ini adalah kisah nyata Pengorbanan Ibu selama Gempa Jepang,seorang ibu meninggal dunia sambil memeluk anaknya. Setelah Gempa telah mereda, ketika para penyelamat mencapai reruntuhan rumah seorang wanita muda, mereka melihat mayat-nya melalui celah-celah. Tapi wanita tersebut berpose begitu aneh, dia berlutut seperti seseorang yang menyembah; tubuhnya condong ke depan, dan dua tangan yang mendukung oleh suatu benda. Rumah roboh telah menimpa punggung dan kepalanya.

Dengan begitu banyak kesulitan, pemimpin tim penyelamat meletakkan tangannya melalui celah sempit di dinding untuk mencapai tubuh wanita itu. Dia berharap bahwa wanita ini bisa jadi masih hidup. Namun, tubuh dingin dan kaku menandakan bahwa wanita tsb pasti telah meninggal.

Pemimpin tim dan seluruh anggota tim lalu meninggalkan rumah ini dan akan mencari gedung yang runtuh berikutnya. Namun karena alasan tertentu, pemimpin tim terdorong untuk kembali ke rumah hancur dari wanita tadi. Pemimpin tim ini lalu berlutut lagi dan menggunakan kepalanya melalui celah-celah sempit untuk mencari sedikit ruang di bawah mayat wanita tersebut. Tiba-tiba, ia berteriak dengan gembira, "Anak kecil! Ada anak kecil!"

Lalu seluruh tim bekerja bersama-sama, dengan hati-hati mereka menyingkirkan tumpukan benda hancur di sekitar wanita yang sudah meninggal. Ada seorang anak kecil berusia 3 bulan terbungkus selimut bunga-bunga di bawah mayat ibunya. Jelas, wanita itu telah membuat pengorbanan untuk menyelamatkan anaknya. Ketika rumahnya jatuh, ia menggunakan tubuhnya untuk membuat penutup untuk melindungi anaknya. Anak itu masih tidur pulas ketika pemimpin tim mengangkatnya.

Para dokter datang cepat untuk mengevakuasi anak kecil itu. Setelah ia membuka selimut, ia melihat sebuah ponsel di dalam selimut. Ada pesan teks pada layar. Dikatakan, "Jika kamu dapat bertahan hidup, kamu harus ingat bahwa aku mencintaimu." Ponsel ini berkeliling dari satu tangan ke tangan yang lain pada tim itu. Setiap tubuh yang membaca pesan tersebut menangis. "Jika kamu dapat bertahan hidup, kamu harus ingat bahwa aku mencintaimu." Itu artinya cinta ibu untuk anaknya!

Jangan lupa untuk mengklik tombol share/bagikan ..

Foto-foto yang penuh makna dan hikmah

SEIMBANGKANLAH HIDUPMU, PASTI NIKMAT Oleh Dr.Amir Zuhdi


Tuhan menciptakan seluruh alam semesta untuk kehidupan manusia, Tuhan pun menciptakan seluruh sistem yang ada dalam tubuh manusia untuk menjaga kelangsungan hidup manusia, semuanya dalam kondisi seimbang. Seluruh bintang dan planet yang menyertainya, semuanya bersinergi dalam sistem kerja yang seimbang. Demikian juga dalam diri manusia, Tuhan menciptakan sistem kerja tubuh selalu dalam kondisi seimbang. Bila kondisi fisik kita tidak seimbang pasti fisik kita pun akan terganggu dan  merasakan sakit seperti panas, sakit kepala, diare dll, demikian juga bila kondisi emosi atau spiritual kita tidak seimbang dipastikan rasa kedamaian yang seharusnya kita miliki akan terganggu, seperti gundah, cemas dll.
Itulah yang dialami oleh temen saya sebut saja namanya Rado (bukan nama aslinya). Rado adalah seorang suami berumur 36 tahun dan ayah dari 3 anak yang masih kecil. Anak pertama usianya 9 tahun dan anak paling kecil usia 4 tahun. Rado juga sosok manusia pekerja keras, hal ini terbukti dengan perkembangannya bisnis hasil pertanian yang ia kelola begitu pesat. Sejak “produk”nya berhasil masuk di pasar luar negeri, Rado kelihatan sangat sibuk. Ia mengatakan bahwa omset bisnisnya mencapai 30 kali lipat dari biasanya. “Wow,…Amazing!,”kataku. Lalu aku bertanya,”Bagaimana rahasia kesuksesan yang sedang ia gapai?” Iya mengatakan beberapa hal tips kesuksesannya dan yang saya garis bawahi dari tips-tips itu adalah Kerja Keras. Rado pun menjelaskan bagaimana cara ia menjalankan “kerja kerasnya” itu. Ternyata, setiap hari Rado masuk kantor alias bekerja senin sampai minggu, baginya tidak ada waktu tanpa bekerja. Akupun bengong mendengar apa yang disampaikan oleh Rado. Lalu, bagaimana dengan “kebutuhan” untuk istri dan anak-anaknya?. Rado menjawab dengan tenang bahwa semua kebutuhan materinya telah terpenuhi dengan sangat baik. Ketika saya tanya, bukankah istri dan anak-anaknya juga perlu perhatian, pelukan, kasih-sayang atau kebutuhan emosi lainnya. Rado menjawab bahwa kebutuhan materilah yang terpenting, sedang kebutuhan yang lainnya itu hanya melengkapi saj. Hem….akupun geleng kepala. Ketika akan pisahan, aku mengingatkan bahwa sesibuk apapun dirinya harus rajin control kesehatan karena yang saya tahu Rado menderita Hipertensi (tekanan darah tinggi) dan Diabetes Mellitus (sakit gula). Rado pun tersenyum.
Dua tahun kemudian, saya menerima sms dari kakaknya bahwa Rado telah meninggal dunia terkena serangan Stroke Hemoragik (pecahnya pembutuh darah otak) di salah satu rumah sakit di kotanya. Pikirku, baru berumur 38 tahun sedah terkena stroke hemoragik yang sangat membahayakan itu. Kesibukan bisnisnya telah melupakan kesehatan dirinya. Kata istrinya bahwa pagi itu Rado bergeges ke kantor dan tidak ada tanda-tanda sakit sedikitpun dan ketika jam 10 pagi istrinya menerima telpon dari Rumah Sakit bahwa suaminya sedang dirawat di rumah sakit dan ternyata telah meninggal dunia.
            Sahabat yang Golden Family yang berbahagia, bila kita menyadari bahwa ternyata di dalam diri dan lingkungan kita terdapat berbagai aspek yang mempengaruhi keberadaan kehidupan kita. Bila kita menginginkan kebahagiaan maka kita harus seimbangkan seluruh aspek kehidupan itu. Diri kita yang terdiri dari Fisik (badan), Emosi dan Spiritual, semuanya memiliki “hak” yang harus kita perhatikan dan rawat dengan baik. Demikian juga dengan lingkungan kita, termasuk istri, anak, pembantu, saudara dan tentangga dekat serta tetangga jauh, semuanya memiliki “hak” yang harus kita berikan.
            Sahabat,  Setelah saya mengarungi kehidupan keluarga lebih dari dua puluh tahun, saya mencatat bahwa ada 6 aspek kehidupan keluarga yang harus kita jaga keseimbangannya, yakni pertama Aspek Spiritual, kedua Aspek Emosi, ketiga Aspek Kesehatan Fisik, keempat Aspek Sosial, kelima Aspek Pekerjaan dan Karir dan ke enam Aspek Keuangan. Keenam aspek kehidupan keluarga ini harus di jalankan secara seimbang, tidak boleh berat sebelah atau harus sama panjang, tidak boleh yang satu panjang dan yang satu pendek. Lho kok tidak ada penjelasannya, bagaimana? Begini aja, nanti kita bahas lebih rinci di seminar atau di kelas Golden Family ya, boleh kan.
Sahabat,…menjalan kehidupan keluarga itu laksana menjalankan roda. Roda yang berjalan baik harus ditopang dengan keberadaan jari-jari (bhs manado: tralis) yang sama panjangnya. Coba bayangkan, bila jari-jari roda (tralis) itu tidak sama panjang. Pasti!!!, jalannya tidak nyaman atau bahkan tidak bisa jalan sama sekali. Benar kan? Maka, tidak ada pilihan lain. Yuk!, seimbangkan kehidupan keluarga kita agar menjadi nikmat dan bahagia. Semoga bermanfaat.
 
Twitter              :@amirzuhdi
Facebook         : http://www.facebook.com/dr.amir.zuhdi
Email               : dr.amir_zuhdi@yahoo.com

PERBANYAKLAH MENUNTUN BUKAN MENUNTUT Oleh dr.Amir Zuhdi


Add caption
Pertengahan Ramadhan tahun ini saya berkesempatan mengisi seminar Golden Family di Surabaya, seperti biasanya kebanyakan peserta adalah pasangan suami-isti. Ada sepasang suami-istri yang usianya telah memasuki 60 tahun, memiliki 11 anak, yang semuanya telah berkeluarga dan hidup sebagai sepasang keluarga yang bahagia. Suami-istri itu menceritakan panjang lebar perjalanan keluarganya, susah dan senang, semuanya menjadi terasa membahagiakan karena balutan cinta dan kasih sayangnya untuk keluarga. Sungguh, akupun dibuat penasaran.Lalu aku bertanya, “Bagaimana cara bapak-ibu mendidik sebelas anak tersebut?”. Beliau berdua mengatakan,”Kami berdua selalu membimbing anak-anak tersebut, memberinya prinsip dasar kehidupan yang membawa keberkahanNya. Kami berdua selalu menuntun bukan menuntut”.
Sahabat Golden Family yang berbahagia, bagaimana caranya agar kita bisa menjadi “orang-tua penuntun/pembimbing”? Setiap orangtua memiliki tugas utama sebagai penuntun/pembimbing anaknya, bukan sebagai pengawas atau penuntut. Di dalam benak seorang penuntun/pembimbing, selalu mendahulukan rasa cinta dan ingin tahu perkembangan atas seseorang yang sedang dibimbingnya. Dengan tetap memegang teguh rasa cinta, memaafkan dengan tulus dan selalu memberi yang terbaik. Lain halnya bila kita menjadi seorang pengawas, didalam benaknya selalu mendahulukan “kesalahan apa” yang sedang di lakukan oleh yang diawasi. Seorang pengawas akan selalu condong untuk menuntut sesuai standar yang ia yakini dan mengedepankan hukuman bila yang diawasi melakukan kesalahan.
            Kalau saya diperkenankan untuk menduga, pasti anda banyak yang mengenal Michael Jordan. Itu,..tu.., sang legenda hidup Bola Basket. Kini, Michael Jordan telah mengoleksi enam cincin juara dan lima kali terpilih sebagai pemain terbaik bola basket dunia. Hebat benar Michael Jordan ini dan rahasia apa gerangan di balik kejuaraannya itu, pikirku. O….ternyata, ia ditangani oleh seorang yang hebat juga, dialah sang pelatih bertangan dingin, berhati pembimbing, Phil Jackson.
Phil Jackson merupakan pelatih yang sangat luar biasa. Betapa tidak? Ia telah mengoleksi sepuluh cincin juara sebagai pelatih. Selain memprestasikan Michael Jordan, Phil juga melambungkan nama-nama besar seperti Kobe Bryant dan Shaq O’Neal. Dalam wawacaranya yang dimuat dalam salah satu situs internet, Michael Jordan pun mengakui bahwa ia banyak belajar dari Jackson dan Jacksonlah yang merupakan salah satu factor dari kesuksesannya. Demikian juga O’Neal, ia mengatakan,”Setiap Phil memberi instruksi, kami perhatikan baik-baik karena kami menyakini instruksinya itu untuk kebaikan kami.”
Lalu, kenapa Phil bisa menjadi pelatih hebat? Rahasianya adalah ternyata Phil bukanlah orang yang selalu memaksakan kehendaknya. Ia selalu mengedepankan bimbingan pada anak latihnya. Ia tidak pernah membebani mereka untuk menjadi juara namun ia selalu memberi inspirasi untuk bisa menjadi juara. Phil terhitung tidak pernah memarahi anak latihnya dikala mereka menemui kegagalan. Ia senantiasa menuntun bukan menuntut.
Sebagai penuntun/pembimbing, orangtua harus senantiasa dalam posisi bertanya “APA” yaitu Amati, Pertanyaan dan Apresiasi.
a.       Amati : Lakukan pengamatan setiap ekspresi emosi, tekanan suara dan perilaku anak. Kenali emosi anak yang baik maupun yang jelek. Bila anak sedang bermain atau mengerjakan sesuatu, perhatikan kecenderungan kreatifitasnya (kreatif atau pasif). Perhatikan dengan sungguh-sungguh sifat-sifat dominannya.
b.      Pertanyaan : Berikan pertanyaan “golden question” yang berhubungan dengan perasaannya disaat melakukan sesuatu. Tanyakan dengan suara yang berintonasi rendah (bukan keras atau marah) dengan tatapan mata yang lembut (bukan tajam/mengacam). Kemudian ketika ia menceritakan apa yang sedang ia lakukan, kita (orangtua) cukup mendengar saja. Mata tetap menatap dengan penuh kasih sayang dan menganggukkan dagu kita (pelan-pelan) setiap 3 menit. Disaat seperti ini dipastikan anak akan merasa dihargai karena orangtua menjadi pendengar setia.
c.       Apresiasi : Apresiasi  atau pemberian penghargaan yang positif sangat bermanfaat untuk anak. Apresiasi Positif tidak harus dalam bentuk hadiah-hadiah yang harganya mahal. Apresiasi bisa diberikan dalam bentuk perhatian (seperti mendengarkan anak), ungkapan seperti “lukisan anak ibu memang indah sekali” dan kontak fisik seperti ciuman, pelukan dan usapan.
Bukan hanya Phil Jackson sebagai pelatih yang hebat, para orangtuapun bisa menjadi “pelatih” yang hebat. Ia menjadi pelatih pikiran & emosi anak-anaknya agar memiliki pikiran dan emosi yang konstruktif bukan dekstruktif. Orangtua yang penuntun atau pembimbing adalah orangtua yang memahami potensi yang dimiliki anaknya untuk menjadi hebat, bukan malah menjadi pemaksa terhadap apa-apa yang menjadi kemauannya. Yuk…,perbanyak menuntun/membimbing anak kita bukan menuntut.
Lalu, bagaimana dengan sabahatku para orangtua?

Twitter                        :@amirzuhdi
Facebook         : http://www.facebook.com/dr.amir.zuhdi
Email               : dr.amir_zuhdi@yahoo.com